Thursday, September 6, 2018

Mengevaluasi Status Kekhalifahan

Oleh Firman Nugraha*

Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Derajat tinggi ini langsung diberikan Allah Swt, manusia memiliki hak istimewa untuk mengelola bumi demi kelangsungan hidupnya. Status kekhalifahan ini menyiratkan kepercayaan penuh atas manusia sebagai hamba-Nya untuk mempergunakan alam, sekaligus menjadi bagian darinya.

Status kekhalifaan manusia bukannya tanpa masalah. Selain sebagai sebuah penisbataan kekuasaan Allah akan ciptaannya, terdapat di dalamnya pandangan yang acapkali diartikan sebagai hak prerogatif manusia atas kuasanya di dunia yakni, pandangan ekologis. Tetapi, belum sampai pemahamannya diterang-jelaskan dengan utuh, kenyataan penafsiran akan status tersebut malah jatuh merosot jauh dari hakikat yang sebenarnya.

Ekoteologi Penciptaan
Sejatinya, status kekhalifahan memunculkan sedikitnya dua ambiguitas. Pertama, ia membuat manusia memiliki kehendak bebas dalam penyelenggaraan hidup. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia memanfaatkan alam untuk kebutuhannya. Atas nama hidup, manusia membabat dan membakar hutan serta menanam bahan pokok sebagai sumber pangannya. Manusia juga membuat berhektar-hektar sawah dan ladang untuk ditanami padi, ketela pohon bahkan kelapa sawit.Pengetahuan dengan teknologi yang datang kemudian pun memudahkan prosesnya.