Tuesday, August 7, 2012

Tentang Teater

Oleh: Iman Soleh*)

SEJARAH TEATER

Asal usul teater tidak pernah terbuktikan dengan kuat dari mana asalnya. Hampir semua teori berlandaskan dugaan atau lebih tepat berdasarkan perkiraan saja, sebab sebetulnya mimesis (tiruan-meniru) “merupakan bawaan sejak lahir saja” –demikian uraian sosialis dan psykologis menjelaskan.

Beberapa bentuk kemasyarakatan memiliki unsur-unsur teatrikal, seperti olah raga, permainan parade, tarian agama, kampanye politik, namun bukan teater! Tetapi memiliki sifat teater, mungkin saja sangat teaterikal.

Tanpa bermaksud berbicara timur dan barat, tentu ada beberapa riset yang menyatakan bahwa tetaer berasal dari dithyramb, sebuah nyanyian himne untuk menghormati Dionysus (upacara penghormatan pada tuhan, kelahiran sampai soal kesuburan). Namun, apakah semua masyarakat di seluruh dunia ini berangkat dari hal yang sama?  Ritual—yang  merupakan satu rujukan? Sayangnya, tidak semua masyarakat berkembang dengna cara yang sama.


Teater dan ritual memang memiliki kesamaan, diantaranya:
- Sebagai bentuk pengetahuan
- Didaktik
- Kontrol sosial
- Perayaan
- Hiburan atau membangun kesenangan

Catatan lainya adalah:
1.       Terdapat nilai yang menjadi landasan dasar (tema): kekuatan, kepuasan, dan kewajiban.
2.      Bermusik, berias, tarian, tontonan, topeng, kostum, tekstual, pidato, pertunjukan, pengumpulan massa, ruang atau area.

Dalam sejarah manusia banyak ritual yang ditinggalkan, dimodifikasi, atau bergeser secara alami ke wilayah formalis yang kemudian muncul secara ‘tertulis,’ ‘terlukis,’ dan tergambar. Hal ini menjelaskan pergerakan dari pertanyaan ritual: Seperti apa ritual berlangsung? Bagaimana ritual dilakukan? Dari sinilah berkembang pengertian dramatik, juga pengertian organisasi artistik – mirip dengan penyutradaraan.

Pandangan yang mengemuka adalah kemungkinan teater berkembang dengan cara-cara yang berbeda. Halinisama serunya dengan pendekatan Darwinisme yang pertentangannya adalah bahwa manusia lahir dari bentuk yang serupa namun berkembang dengan cara yang berbeda (atas pengaruh geografi, budaya, agama, sosial dan lainnya).

Teater dari Berbagai Sudut Pandangan

1.       Teater sebagai Literatur
Teater bersifat temporal maka literatur dan interpretasinya boleh jadi menjadi abadi: cara menerjemahkan hidup, cara melihar manusia, melihat alam—tujuan teater itu sendiri. Dalam literatur berbagai versi muncul, dari mulai mempelajari naskah juga tafsirnya (waktu dan sudut pandang), namun demikian literatur membuat evaluasi unsur teater manjadi lebih akurat.

2.      Teater Sebagai Pertunjukan
Teater mellibatkan unsur dramatis yang terdapat dalam teks, (naskah atau sekadar ide) dan teater berlangsung sangat temporal, peristiwa teater sebentar dan segera, yaitu pada saat pertunjukan berlangsung, dimana teater benar-benar akanmengajarkan “kesadaran akan peristiwa saat berlangsung,” “sadar masa kini” dengan mengutamakan unsur paling utama yaitu manusianya. Meski teater adalah merupakan campuran semua unsur seni, dari mulai aspek desain artistik, pemain, sutradara, tempat pertunjukan, teks, musik, tari, crew sampai penonton. Untuk menjadikan “seni teater,” maka dibutuhkan kekuatan pengetahuan dan bakat sampai bentuk final yang menyatukan unsur-unsur tersebut menjadi satu (unity).

3.      Teater Sebagai Hiburan
Teater itu menyenangkan, adalah permainan atau bahkan pekerjaan bagi jiwa dan tubuh. Dari sisi ini bolehlah empat hal kita sebut yaitu:
-          Sebagai hiburan
-          Sebagai alat pendidikan
-          Sebagai senjata sosial politik
-          Sebagai sejarah, event teater seringkali dipakai sebagai dokumen sejarah.


MENGAPA MEMPELAJARI TEATER

Ada banyak alasan yang mengemuka dalam mempelajari teater, empat hal yang paling populer adalah:

1.       Teater sebagai kemanusiaan dan seni kebebasan
Kemanusiaan dan kebebasan mengajarkan kita untuk memahami dunia dan memahami tempat dimana kita tinggal.

Teater kemudian menjadi cerminan dan turut memberi pengaruh pada pandangan masyarakat; sejarah filosofi, susunan sosial, asumsi yang bersifat teori, pandangan teater tentang kemanusiaan dunia dan alam, teater membantu mempelajari hidupnya dan hidup orang lain.

2.      Teater sebagai gerakan sosial
Teater adalah seni tiruan dari keidealan itu sendiri. Banyak teater yang berangkat dari kritisisme dari dunia yang sudah dianggap ideal, baik pada sistem birokrasi, sistem politik, sistem agama, sistem ekonomi, dan sistem sosial.

Teater menerima masa kelam yang panjang dari kaum agamawan, terutama di Eropa karena kritis pada sistem agama dan Tuhan (banyak naskah lama di Eropa Barat) yang memberi tiga hal dasar: pertentangan hubungan manusia dengan tuhan, kemajuan manusia merupakan kenyataan yang berbubah konstan; dan menempatkan konflik sebagai inti kehidupan.

3.      Teater sebagai suatu gerakan dan kekuatan pribadi
-          Komitmen pribadi dalam persiapan sebuah pertunjukan
-          Kepuasan pribadi
-          Pembangunan dan pembentukan karakter
-          Kreativitas dan kritisisme
-          Pengalaman hidup pengembangan diri

4.      Teater sebagai bentuk seni
Menempatkan teater tidak sekadar pada objek pertunjukan, namun menjadi sesuatu yang menarik, dan letak seni saat kita alami dan amati dari elemen-elemen pembentuknya, teater sebagai  kombinasi dari berbagai bentuk seni.

UNSUR TEATER

1.       Naskah-ide
Sebuah pertunjukan teater bisa bermula dari naskah, puisi, gagasan, temuan tempat atau apapun. Intinya seni teater adalah ruang yang terbuka untuk didekati oleh wilayah apapun.

2.      Akting
Unsur utama dari teater adalah manusia, dan akting adalah permainan aktor dalam memerankan satu karakter atau lebih. Tentang akting ini banyak sekali pendekatan: bisa memainkan peran, mempermainkan peran, main-main dengan peran, bahkan dipermainkan peran.

3.      Sutradara
Seniman penafsir yang memimpin sebuah pertunjukan dari tingkat gagasan, proses sampai dengan terwujudnya sebuah pertunjukan.

4.      Tim Desain
Artistik panggung, peralatan panggung, peralatan aktor, busana, cahaya.

5.      Musik
Bisa bersifat theme song, ilustrasi dan juga efek dramatik.

6.      Tempat
Tempat pertunjukan bisa memakai ruang tertutup atau ruang yang terbuka, dikenal dengan beberapa istilah: tetater arena (setengah lingkaran atau melingkar), satu sudut (bersifat proscenium).

7.      Penonton
Penonton banyak yang kurang dibaca citranya oleh para kreator tetaer, bersifat umum dan bersifat khusus: misalnya, tonntonan untuk anak-anak (seperti pertunjukan dengan segmen penonton anak-anak).

TENTANG AKTOR

Aktor adalah seni murni, artis dan peralatannya adalah sama. Tugas seorang aktor adalah menemukan inti karakter dan merancang (mengkomunikasikan) inti karakter tersebut pada penonton.

A.     Pelatihan dan peralatan:
Relaksasi, konsentrasi, imaginasi, observasi.
1.       Pemahaman
2.      Latihan
3.      Disiplin
Ketegangan dan halangan dapat diatasi melalui latihan, improvisasi, (memainkan dalam situasi tanpa naskah atau blocking), permainan teater (hewan, storoetype, mesin, dll). Juga digunakan untuk mencapai yang dinamakan “neutral state” (tabula rasa—blank state). Banyak seniman yang meyakini bahwa untuk mencapai suatu karya, mereka terlebih dulu harus memiliki blank state—kanvas kosong—untuk menuangkan ide mereka. Para aktor harus mencari banyak variasi untuk mencapai hal ini. Wilson dan Goldfard menggunakan istilah “centering.”

B.     Imajinasi dan Obervasi
Meneliti dan membayangkan manusia dengan berbagai hubungannya. Istilah “affective memory” telah banyak digunakan untuk merujuk pada ingatan para aktor dalam menemukan sesuatu dalam hidupnya yang agak mirip, atau bisa membangkitkan emosi yang dikeluarkan suatu karakter dalam panggung. Emosi yang dimaksud adalah memori emosional (mengingat perasaan di masa lalu). Memori india (mengingat sensasi), dan pergantian (mengganti sesuatu secara mental) atau seseorang dalam teater dengan seseorang dalam kehidupan nyata.

C.     Kontrol dan Disiplin
Para aktor harus belajar mengembangkan kekuatan konsentrasi mereka. Selalu siap kapanpun dan dalam situasi apapun (sikap menjadi pusat perhatian di atas panggung di hadapanpenonton) dan konteks perannya (apa yang karakter lakukan, rasakan, dl), apa yang mereka lakukan?—BUKANNYA bagaimana yang mereka lakukan (penonton tidak melihat kamu! Tapi melihat dan merasakan yang peranrasakan!)

Proses Akting
A.    Analisa Peran
1.       Gunakan naskah untuk membantu memahami karakter, analisis adalah alat yang berharga bagi para aktor, menganalisa apa yang karakter katakan dan lakukan dan apa pendapat orang lain mengenai karakter tersebut dan bagaimana mereka menghadapi karakter itu.
2.      Mendefinisikan tujuan dari karakter itu—menentukan objektivitas karakter—apa yang dicari tiap karakter dalam tiap adegan—maksud, tujuan—hal ini adalah pembenaran keseluruhan yang sesungguhnya saat di atas panggung.
Pemeranan umumnya terbagi menjadi tiga masam objektivitas:
Objektif –apa yang karakter cari dalam tiap adegannya.
Super objektif—The “Spine”—apa yangkarakter inginkand alam keseluruhan lakonnya, disebut juga through-line.
“Beats,” “unit”—sube objektif—perubahan mood, maksud, subjek, dll, dalam adegan.
3.     Hubungan karakter
Dalam Acting Power, Robert Cohen menggunakan istilah ‘relacom’ yang merujuk pada arti “komunikasi hubungan.”
Seluruh komunikasi itu paling tidak memilikidua dimensi: pesan dan isi dimensi dan hubungannya. Kita tidak hanya menyatakan sesuatu tapi juga melalui cara tertentu—dan cara kita menyatakan sesuatu itu cenderung berkembang, memperjelasm dan memberi pengertian ulang apa itu sebuah hubungan. Hal ini penting bagi para aktor untuk mencari—subteks—apa yang ada di balik tema.
4.     Fungsi yang dibawakan sebuah peran
Peran aktor harus memahami bagaimana karakter yang mereka bawakan berhubungan dengan tema dan aksi dan lakon: apakah protagonis, antagonis, atau foil, karakter yang minor ataupun mayor.
5.      Sensitivitas akan Subteks—bukan apa yang Anda sampaikan namun bagaimana Anda menyampaikannya—lakon dan pemikiran yang tidak tersampaikan keluar melalui pikiran karakter tersebut—di antara tema pokok yang mendasari motivasi emosional untuk bergerak (termasuk apa yang karakter itu katakan pada yang lain), psikologis, emosional, motivasi.
6.     Peran dalam keseluruhan produksi

B.    Persiapan Psikologis dan Emosional
Seorang aktor merasa kesulitan beradaptasi dalam suatu situasi.
Kata ajaibnya adalah ‘seandainya’—apa yang akan saya lakukan dalam suatu situasi seandainya saya adalah orang itu sendiri.
Emosional dan kemampuan mengingat—“ingatan yang berpengaruh” dan “substitusi,” “kemampuan mengingat”—pakaian, air, dll.—bagaimana itu semua mempengaruhi kepekaan Anda?
Ingatan emosi—mengingat gerak perasaan dan kehidupan pribadi yang mendekati peran dalam lakon.
Substitusi—mengganti seseorang yang nyata (secara mental) kepada aktor lain. Sampai dibatas manakah seorang aktor “menjadi satu” dengan perannya itu? Ada beberapa tingkat perbedaan identifikasi (atau terpisah) dan sebuah peran—mungkin digabung—aktor dan perannya, membutuhkan dan berdiri sendiri.

C.    Gerakan dan Gestur
Gerakan yang jelas dan detil dan seseorang pemain untuk memperlihatkan watak, membantu, atau untuk membangkitkan mood atau suasana hati, “sering bergantung pada naskah, namun bisa juga dengan improvisasi” dan aktor berani memperkaya gerakan atau dalam mencari perwatakan—kerjakan denan aktif! Berani mencoba! Dengan cara itu Anda bisa membedakan gerakan anda dalam kehidupan nyata dan di luar kenyatan yang selama ini Anda alami.
Beberapa istilah:
Delsarte—fokus pada krakter secara fisik—bahasa tubuh
Blocking—“susunan gerakan dan pemain berkaitan dengan pemain lainnya sama halnya dengan peralatan panggung dan tempat lain dimana mereka masuk dan meninggalkan panggung.”
Gesture—Opening out/up—usahakan penonton dapat melihat wajah dan tubuh Anda sejelas mungkin sambil berbicara.
Crossing dan Counter-crossing—bergerak di panggung dan dari satu tempat ke tempat lain, kadang  ‘meng-counter’ (mengikuti) permain lain untuk menciptakan keseimbangan di panggung.

D.   Karakteristik Vokal
Para aktor dilengkapi dengan berbagai macam latihan untuk meningkatkan kualitas suara mereka (proyeksi: kemampuan untuk mendengar), nada suara, perubahan nada suara, kontrol suara, kecepatan dan artikulasi (berbicara dengan jelas dan akurat).

E.     Mempelajari Tema (penghafalan) dan membaca tema—membaca tema itu bukan sekedar menghafal. Namun tema merupakan pembelajaran untuk kenapa, untuk tujuan apa, dan dalam situasi apa tema itu dibawakan.

F.     Percakapan dan Membangun
Para aktor mempelajari bahwa umumnya “kurang itu lebih.” Mereka mengembangkan kemampuan berekonomi, menggunakankemampuannya untuk menghemat energi dan tenaga demi gerakan-gerakan berikutnya.
G.     Permainan “Ensemble” –kepekaan dalam setiap orang bekerja sama—bekerja sama sebagai satu kesatuan demi tujuan bersama, seperti mesin yang lancar beroperasi.

PERKEMBANGAN AKTING

Akting modern yang “realistis” diawali oleh Duke of Saxe Meiningen—yang mengelola Teater Keliling pada akhir abad 19 di Jerman—1870-1890—dan tur di Eropa, menekankan gaya menggambarkan dalam menyutradarai, untuk akting menekankan kerjasama permainan. Pada jaman modern fungsi akting menjadi sesuatu yang harfiah, “perwakilan” dari sikap-sifat. Konstantin Stanislavsky: mengembangkan “sistem” (sekarang lebih dikenal dengan sebutan “metode”) dari akting yang menekankan hubungan sebab akibat, tujuan, dan interpretasi harfiah dan sikap.

Psikologi menjadi bias dasar akting realisme, namun tentu banyak aliran yang juga bertolak berlakang dengan metode ini, lebih sebagai gabungan banyak unsur dari berbagai pendekatan. Misalnya dua kombinasi ini:
Metode (Internal) Vs. Teknik (Eksternal)
Metode Internal adalah cara untuk memperoleh emosi yang dimulai dari fisik serta memproyeksikannya pada penonton, membutuhkan kecerdasan pemahaman “uses” (pengguna) dan “outside-in” secara lebih, mendekati “do” (melakukan) dengan gerakan dan kemudian perasan pun akan mengikuti. Dalam teori James Lange—gerakan fisik dapat memancing reaksi yang bersifat emosional, menekankan nada bahasa tubuh, bagaimana reaksi psikologis timbul dari rangsangan luar jiwanya, biologis merangsang psikologis, lakukan dan rasakan!

Mari bandingkan dengan Metode (Internal) untuk membantu aktor menemukan peran dengan emosi yang sesungguhnya—“realistis”—jiwa merangsang raga atau psikologis memacu biologis. Alur pemikiran dan gerakan akan mengikuti. Di metode ini, selalu menggunakan kata ajaib “seandainya”—apa yang akan saya lakukan jika saya adalah? Nah, Anda memulai dari mana? Silakan dimulai saja?

Tahu dan bisa itu penting, namin ketekunan berlatih sama pentingnya. Selamat Berlatih!

Referensi:
-          The Theater, Prof. Dr. Eric W. Trumball. Pengenalan Teater Sejak Yunani s.d. Amerika, terjemahan Iman Soleh (2006)
-          Play Production Today, Gustaff Russel (2002)
-          Directing Play, Mac Caffery (2003)
-          The Stage craft, Ziegfeld Follies (?)
-          Catatan Kecil Pelajaran Akting, Iman Soleh-Sukawacana CCL Bandung 2005

*) Iman Soleh, pendiri Komunitas CCL: Jl. Setiabudhi No. 8-169A Ledeng Bandung.

Disampaikan Pada: Workshop Peningkatan Apresiasi Sastra Daerah Bagi Generasi Muda Se-Wilayah Purwakarta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Propinsi Jawabarat, Subang, 23-24 Mei 2007)

No comments:

Post a Comment