Saturday, October 4, 2014

Kredit: Jejak Penyair Yang (Mestinya Tidak) Hilang

BEBERAPA TAHUN YANG LALU, DI RUBRIK KHAZANAH (PUISI) KORAN PIKIRAN RAKYAT, ANDA AKAN MENDAPATI BIOGRAFI SINGKAT DARI SETIAP PENYAIR BERSAMA PUISI YANG DITERBITKANNYA. SAYANG, HAL ITU TIDAK ADA LAGI SEKARANG. ENTAH APA ALASAN REDAKTUR MENGHILANGKAN KREDIT ITU. TIDAK ADA YANG TAHU. TAPI SETIDAKNYA TULISAN INI BERUSAHA MENCOBA UNTUK MENJAWABNYA.

Di dalam penciptaan sebuah karya, proses merupakan sebuah keniscayaan. Kita lambat laun belajar bahwa bakat itu nonsense. Yang ada selebihya, justru kedisiplinan, kerja keras dan kesabaran. Dengan kata lain, tidak ada karya mana pun yang dihasilkan dengan cara instan.
Di dunia populer, pengenalan akan proses sebuah penciptaan sebenarnya sudah berlangsung lama. Ia terpampang di halaman produksi sebuah buku, di credit title sebuah film, atau bahkan di belakang jilid sebuah album musik sekalipun.
Tapi, apakah ada yang mau memperhatikannya (membacanya)? Alih-alih mengetahui bagaimana proses itu diciptakan lewat tangan-tangan penciptanya, kita justru lebih terlena dengan karyanya, setidaknya judul buku dan penulisnya, judul film dan aktor utamanya, atau judul lagu dan penyanyinya. Kita luput—untuk tidak menyebutnya tidak peduli—memerhatikan bagaimana karya itu dikerjakan lewat sebuah proses yang panjang, yang melibatkan banyak orang dengan banyak profesi di dalamnya. 

Tulisan ini tidaklah bermaksud untuk memutar arah jarum jam pengetahuan. Bagaimanapun, dunia terus bergulir dan karya demi karya terus bermunculan seiring waktu tanpa bisa kita menghambatnya. Sebaliknya, tulisan ini justru ingin mewacanakan—jika mungkin memprogpagandakan—bagaimana kredit yang menjadi bagian dari proses penciptaan sebuah karya manusia, menjadi substansi yang esensial untuk diperhatikan oleh setiap elemen yang berhubungan dengannya.   
Credit atau kredit di dalam dunia seni kreatif bisa diartikan sebagai pengakuan atau penghargaan terhadap seseorang atau kelompok orang yang berperan dan berkontribusi atas sebuah karya. Istilah ini sendiri sebenarnya digunakan di dunia perfilman di Amerika, dan baru benar-benar menjadi isu utama di tahun 1970-an. Credit, baik itu di awal (opening credits) atau pun di akhir (end credits/closing credits) sebuah film, secara harfiah diartikan sebagai daftar aktor dan orang-orang belakang layar yang berkontribusi atas produksi karya.
Meski demikian, kredit juga dikenal di dunia penulisan baik fiksi maupun nonfiksi. Di bidang tulisan nonfiksi, contohnya, khususnya karya ilmiah, kredit diganjar sebagai sumber informasi yang wajib hadir di dalam daftar rujukan (references). Tidak adanya kredit—sebut saja penulis dan karya(buku)nya yang dijadikan acuan—bukan tidak mungkin membuka celah terjadinya plagiasi dan “pembajakan” hak intelektual. Sedang kita tahu, pendidikan mestinya melahirkan orang-orang yang mampu berpikir dan menciptakan gagasannya sendiri. Bukan justru mengambil dan mengaku-aku gagasan orang lain sebagai milik sendiri.
Kita semua tahu betapa banyak informasi yang kita dapat perihal kasus plagiat ini. Dan kita semua pun memiliki penilaian sendiri untuk kasus-kasus semacam ini. Tentunya sebuah penilaian yang cenderung negatif ketimbang positif. Tidak hanya di ranah atau dunia tulis menulis saja, tapi juga di ranah yang lainnya seperti musik, fashion, arsitektur dan lain sebagainya.  
Sementara di ranah fiksi, kredit merupakan sebuah penghargaan atau pengakuan bagi seorang penulis. Tidak seperti halnya para penulis sastra dari mulai angkatan Pujangga Lama, Balai Pustaka sampai setidaknya Angkatan ’66 yang harus berpeluh-peluh dengan karyanya masing-masing hingga mendapatkan eksistensinya, angkatan  2000-an—termasuk salah satunya angkatan Cyber—justru menjadikan kredit itu sebagai “pembaptisan” dirinya sebagai seorang penulis. Ada rasa bangga yang muncul dari sebentuk apresiasi di sana: terbitanya karya, tampaknya nama dan biografi—walau singkat. Inilah kredit yang dimaksud tulisan ini.
Kredit yang tercantum baik itu untuk karya sastra puisi, prosa, maupun esei di sebuah terbitan berkala tak ubahnya seperti sebuah tanda tangan di atas lukisan. Para penikmati keindahan lukisan tentu tidak hanya sebatas memandangnya saja, tapi ingin juga mengetahui siapa pelukisnya. Bahkan bisa lebih jauh dari itu. Dalam hal terbitanya sebuah karya, tercantumnya nama dan latar belakang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kredit ini mempresentasikan bagaimana proses penciptaan sebuah karya. Lebih dari itu, dia pun menjadi titik tolak untuk menciptakan dan mengembangkan proses kreatif lainnya.
Sebuah karya, bagaiamanapun,  tidak tiba-tiba datang dari udara kosong. Oleh karena itu, kredit sebagai sebuah penghargaan atas karya seseorang mestinya dipahami sebagai sesuatu yang vital dan signifikan oleh para redaktur, atau orang-orang belakang layar yang bekerja di dunia penerbitan ini. Dan kredit sebagai bagian dari proses penciptaan karya itu, turut pula membangun eksistensi seorang penulis. Baginya, inilah tiket masuk dunia literasi yang sebenarnya. 
Kiranya ini bukanlah sebuah dosa, terlepas dari kepentingan yang mendasari dihapuskanya kredit itu. Filosofinya adalah, beribu kepada waktu dan berbapak kepada zaman. Zaman sekarang tentu berbeda dengan zaman dulu dan tidak pula bisa disamakan. Inilah maksud dari mengapa gagasan perihal kredit ini pun tidak bermaksud untuk memutar arah jarum jam.
Seyogianya sesuatu yang sudah baik mestinya dipelihara dan bukannya dihilangkan. Pencantuman kredit, bagaimanapun, sangat besar pengaruhnya untuk para penulis, terlebih jika dia adalah seorang penulis pemula. Dan terlebih lagi, ketika dia memang punya kompetensi dan karya-karya yang berkualitas.
Penghargaan akan intelektual tentunya harus berawal dari sesuatu yang bersifat moral dan sosial barulah material. Munculnya sebuah karya baru dengan penulis baru bukan tidak mungkin memiliki kepentingan baru juga, yang di sisi lain turut pula mengembangkan lahirnya karya-karya baru setelahnya. Orang-orang (pembaca) akan tahu siapa, bergiat di komunitas mana, tinggal di mana, dan apa kegiatannya. Dan kemunculan kredit untuk sebuah karya di terbitan berkala, punya peran penting untuk solidaritas, apresiasi, dan perkembangan karya di negeri ini. 
Oleh karena itu, sebuah kredit adalah suatu keniscayaan yang mestinya ada dan yang diharapkan bisa menguntungkan tidak hanya orang-orang yang berkepentingan, tetapi juga perkembangan karya itu pada akhirnya. Keculi jika kita ingin mendapati betapa setiap karya beserta penulisnya tak lagi memiliki jejak di perkembangan dunia (sastra) ke depannya. Karena jika begitu adanya, artinya kematian untuk sastra kita. (Fim Anugrah/"Saswaloka")

No comments:

Post a Comment