Sunday, July 3, 2016

Pada Awalnya Mencuri

Kapan orang tua kita mengajarkan bahwa mengambil barang milik orang lain adalah dosa dan merupakan perbuatan yang tidak terpuji? Mencuri, maling, merampok atau apa pun itu namanya, tetap merupakan perbuatan yang tidak bisa dibenarkan. Mencuri tergolong pada perbuatan yang buruk. Sama percis dengan mengumpat, berzina, berbohong dan membunuh. Dan dengan demikian, pencuri adalah orang yang memiliki perangai buruk dan tercela.

Menurut KBBI (2008), mencuri adalah mengambil milik orang lain tanpa izin. Perbuatan ini acapkali dilakukan tanpa sepengetahuan dan izin dari si pemilik. Sementara, orangnya sendiri disebut pencuri, dan peristiwanya disebut pencurian.

Secara etimologi, mencuri memiliki banyak kata. Ini tergantung pada apa, seberapa besar/banyak dan cara barang itu diambil. Pada umumnya, mencuri berarti stealing dalam bahasa Inggris. Namun ditengarai oleh motif dan sifatnya, perbuatan yang termasuk ke dalam kejahatan kriminal ini pun dibedakan namanya menjadi larceny. Definisinya sendiri tak jauh beda, yakni kejahatan pengambilan properti (uang atau barang) seseorang menjadi milik seorang lain. 

Larceny digunakan untuk membedakannya dengan istilah robbery, yang dalam bahasa Indonesia berarti perampokan atau pencolengan. Istilah ini biasanya melibatkan tak hanya pencurian, tapi juga kekerasaan seperti pemaksaan, ancaman, penganiayaan bahkan intimidasi, terhadap mereka yang diambil uang atau barangnya. Tak ayal, ketiga sikap itu membuat si korban terluka.

Ada beberapa elemen yang menisbatkan bahwa perbuatan tersebut dibilang larceny. Yang pertama, pencuri mengambil kepemilikan properti dari si pemilik. Kedua, si pencuri membawa atau memindahkan barang yang dicurinya itu. Ketiga, adanya penyalagunaan, yakni pencuri mempunyai kepemilikan mutlak atas properti tanpa seizin dari pemilik sebenarnya. Keempat, properti haruslah merupakan barang yang nyata, seperti uang, perhiasaan dan pakaian, serta bisa dijadikan bukti. Kelima, properti menjadi kepemilikan orang lain yang secara penuh menjadi tertuduh bagi si pemilik mutlak. Keenam, harus adanya maksud dalam mencuri, yakni niat sengaja seseorang untuk mencuri baik dengan niatan untuk menghilangkan barang dari si pemiliknya, maupun dari ketertarikan barang itu sendiri (Dreisbach, 2009). 

Kendati demikian, pencurian yang dilakukan dengan cara membongkar rumah dan mengambil barang-barangnya tidaklah disebut larceny, akan tetapi burglary. Padanan kata yang biasa digunakan untuk pencurian atau perampokan atau peroncean jenis ini adalah, penggasakan atau pembobolan. Kejahatan seperti ini biasanya dilakukan di malam hari. Tak hanya si pencuri mengetahui target sasarannya, akan tetapi dia pun merencanakannya. Dengan kata lain, kejahatan sepert ini kerap kali terorganisir.

Dewasa ini, perampokan tak hanya dilakukan di malam hari, tetapi juga di siang hari. Malah, tak sedikit kasus dimana orang dalam pun terlibat di dalam kejahatan ini. Orang dalam bisa jadi pembantu, karyawan dan lain sebagainya. Pencurian pada awal dan umumnya hanyalah sebatas trial (percobaan). Tapi ketika dirasa trial ini tak mendapat hambatan, maka berubahlah dia menjadi habit (kebiasaan). Akan lebih parah lagi jika dia mengubah dirinya menjadi custom (adat). Jelas, hal ini tidak muncul dengan sendirinya tanpa ada orang-orang yang sengaja mentradisikannya. Jika sudah seperti itu, kejahatan ini pun dilakukan secara terang-terangan (di siang hari). Pencurian, entah dengan mengambil dan menyalahgunakan properti yang diambil, yang dilakukan oleh orang dalam atau orang yang diberi kepercayaan, disebut penggelapan (blackout) atau penipuan (fraud). Inilah istilah baru berkedok penyediaan akan jasa dan layanan.

Hal ini dengan cantik dicontohkan lewat kasus seorang karyawan cantik bank yang telah bekerja selama 20 tahun. Seiring pekerjaannya, ia menggelapkan uang dengan cara mentransfer uang nasabahnya ke rekening miliknya. Sebut saja Kasus Melinda Dee, salah seorang karyawan bank yang namanya terkenal di seluruh dunia. Dengan demikian, tertuduh tak hanya berkhianat kepada tempat dimana ia bekerja, akan tetapi ia juga  telah melakukan tindakan pidana yang tergolong berat.

Pencurian pun berubah namanya jika dilakukan di tempat-tempat tertentu. Jika pencurian dilakukan di kapal laut, maka disebut perompakan. Jika dilakukan di pesawat terbang maka disebut pembajakan. Walau, ada kalanya kedua istilah ini bisa digunakan di kedua tempat. Contohnya saja, pencuri yang melakukan kejahatannya di kapal laut biasa disebut bajak laut atau perompak. Meski, tak ada pencuri yang melakukan kejahatannya di pesawat terbang disebut bajak udara, melainkan pembajak saja.

Perompakan atau pembajakan dalam bahasa Inggris disebut Hijacking. Kejahatan ini dilakukan di kendaraan-kendaraan yang sedang berada dalam perjalanan (transit). Istilah hijacking sendiri sebenarnya digunakan hanya untuk kejahatan yang ada di darat (jalan raya). Sedang untuk yang di udara (pesawat terbang), lebih tepat disebut skyjacking atau air piracy. Tak hanya mencuri dari penumpang, pembajak pun kerap kali meminta uang tebusan. Saat ini, bangsa kita tercinta pun harus menghadapi kenyataan serupa. Warga negara Indonesia yang saat ini berada di kapal laut, harus menghadapi kejahatan bajak laut Somalia. 

Beda halnya dengan pencurian biasa yang termasuk tindak pidana ringan, hijacking adalah satu-satunya kejahatan kelas kakap. Sejarah mencatat dimana hijacking yang terjadi pada tanggal 11 September 2001, tak hanya berdampak politis, tapi juga psikologis, sosiologis bahkan religius. Peristiwa yang menjatuhkan sekira 3000 orang korban meninggal akibat hantaman dua pesawat jet ke sebuah gedung bernama WTC (World Trade Center) itu, serta merta mengubah pandangan warga dunia terhadap sebuah kepercayaan, khususnya agama Islam.

Efek lain yang muncul dari peristiwa ini adalah lahirnya istilah teroris. Sayangnya, pengalamatan istilah ini pun selalu jatuh pada agama yang bersimbolkan bintang dan bulan ini. Kiranya, kenyataan itu pun masih bisa dirasakan sampai sekarang.  

Terakhir, ada juga pencurian yang sebenarnya tidak diniatkan untuk mencuri. Orang yang melakukan pencurian ini tak melihat barang yang dicurinya sebagai sesuatu yang bernilai. Bahkan, ada kalanya barang-barang yang diambil hanya dikarenakan bentuknya yang unik dan menarik. Orang-orang semacam ini merasa tegang ketika melakukan perbuatannya dan merasa lega ketika bisa menyelesaikannya. Mereka akan puas jika sudah mendapat apa yang diinginkannya. Perbuatan ini bukanlah kejahatan, akan tetapi penyakit  yang dikarenakan tidak bisa mengontrol diri untuk memiliki barang yang sebenarnya bisa dibeli, bahkan seringkali kurang berharga. Penyakit ini disebut kleptomania.

Sesungguhnya, tanpa harus mempertanyakan mengapa mencuri itu dilarang dan juga termasuk perbuatan tidak terpuji, kita bisa menyaksikan sendiri kenyataannya. Pasalnya, bukan hanya masalah merugikan-dirugikan; tapi, lebih pada efek yang ditimbulkannya. Barang yang dicuri adalah suksesi yang tak sampai pada tujuannya. Orang yang dicuri adalah mereka yang harus membayar “harga” yang mestinya tak ditanggungnya. Tentunya, tak hanya masalah finansial saja yang bermasalah di sini, tapi juga sisi psikologi, sosiologi bahkan religiusnya.

Orang yang mencuri adalah mereka yang tak bertanggung jawab atas perbuatannya, yang menyalahgunakan sesuatu tak pada tempatnya, yang lepas tangan terhadap “harga” yang mesti dibayarnya. Dalam hal ini, ada “mata rantai” yang hilang, yang ditinggalkan oleh pencuri dan yang dicuri. Sedang kita tahu, barang yang tercuri tak bisa berkata-kata apa-apa. Dia tak lagi berada di posisinya sebagaimana sedikala karena memang telah kehilangan “jabatannya.” Hemat kata, pencurian merusak kesetimbangan harga (ekonomi), eskosistem, hidup, dunia.

Bagaimanapun, tak ada satu pun manfaat dari perbuatan mencuri dalam bentuk apa pun. Kecuali satu, mencuri sebagai gerakan manuver dalam permainan olah raga, seperti mencuri bola dari lawan untuk menciptakan goal! (Fim Anugrah/"Saswaloka") 

Catatan: 
Tulisan ini dibuat di Purwakarta pada tanggal 21 April 2011. Ada sesuatu hal yang kurang di sana. Tapi jika hal itu harus dipertanyakan, maka pertanyaan itu akan berbunyi demikian: "Lalu, bagaimana dengan korupsi?" Semoga dugaan saya tidak salah.

No comments:

Post a Comment