Tuesday, January 23, 2018

My Clear Concise Illness (ADHD)

Sekarang semuanya telah menjadi jelas, mengapa aku tak pernah bisa menyelesaikan apa yang aku mulai. Apa pun itu, tak terkecuali dengan blog yang aku punya ini. Tak hanya kesulitan untuk bisa fokus, aku pun memang punya masalah dengan perilaku yang hiperaktif dan impulsif. Selain itu aku juga punya masalah dengan hubungan sosial walau tidak dengan pekerjaan yang kulakukan di tempat kerja. Hubungan sosial ini lebih kepada ketidakpercayaanku kepada orang-orang. Maksudku, memang ada manusia yang bisa dipercaya di muka bumi ini? Oleh sebab itu pula aku lebih suka menyendiri dan mengisolasi diri ketimbang berada di tempat-tempat yang ramai atau media apa pun yang memang hibuk dengan banyak orang. (Untuk itu, aku cukup bersyukur tak banyak orang berkomentar di blog-ku ini selain hanya sebatas mampir saja--satu alasan yang cukup melegakan pada akhirnya).

Benar jika aku ini orangnya energik, terlalu bersemangat, tak bisa diam, atau tepatnya, tak bisa membiarkan sesuatu yang memang dirasa salah dan buruk, spontan dan solutif terhadap sesuatu, bahkan kreatif dan seringkali kontemplatif. Akan tetapi, aku juga agresif, mudah gelisah, lose control, acapkali mengulang-ulang kata atau tindakan secara terus menerus, mudah bersemangat dan mudah bosan, mudah marah dan mudah senang (moody), gampang sekali berpindah-pindah kesukaan  atau ketertarikan, bahkan akhir-akhir ini seringkali lupa. Untuk yang terakhir ini, aku pikir aku ini demensia karena cirinya yang memang sama seperti bingung, hilang ingatan, dan disorentasi. Sayangnya dan tampaknya, aku mengidapnya juga. Jika benar, lengkap sudah penyakitku ini.


Dengan kata lain, aku ini mengidap ADHD atau Attention-Deficit Hyperactive Disorder, dulu hanya disebut Attention Deficit Disorder (ADD) saja, dalam bahasa Indonesia disebut Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas, disingkat GPPH. 

Kenapa baru sekarang aku tahu penyakit mental ini? Terima kasih pada film Julie & Julia karena dari Si Julie (Amy Adams) inilah aku tahu istilah itu. Film yang sebenarnya ingin aku tonton sedari dulu dan baru kesampaian beberapa hari lalu. Di dalam film itu Si Julie mengatakan bahwa dirinya mengidap ADD. Tak dijelaskan apa itu ADD, kecuali kalimat yang diucapkan sebelumnya jika dia tak pernah bisa menyelesaikan apa-apa which is "gue banget". Beres nonton film itu, meluncurlah jari telunjuk ini membuka ENCARTA, dan voila! Muncul penjelasan yang jleb banget di hati dan otak. Sekalipun di sana dijelaskan jika yang mengidap ADHD adalah anak-anak usia 3-5 tahun. Akan tetapi, ADHD juga bisa bertahan sampai dewasa, bahkan mungkin sampai mati. Jika benar begitu, haruskah aku menggali kuburanku sendiri?



Aku sadar jika selama tujuh tahun terakhir ini aku banyak menulis naskah buku yang bahkan sampai detik ini tak pernah bisa aku selesaikan. Sama halnya dengan Si Julie yang memang seorang penulis yang juga tak bisa menyelesaikan setengah novel yang tak ada penerbit mana pun mau menerbitkannya. Judul demi judul silih berganti, bab demi babnya bertaburan sekaligus menggantung tak jelas nasibnya, Sampai pada titik kulimnasi, muncul pertanyaan: Apa mungkin aku memang tak ditakdirkan untuk menjadi seorang penulis, dan tak perlu kiranya aku membuktikan keberadaanku di muka bumi ini dengan menulis? Tapi, tidakkah itu bertentangan dengan mimpi dan cita-cita yang dulu sempat aku tanamkan? Mimpi untuk bisa menjadi seorang penulis dan menerbitkan buku sebelum aku undur, pamit dari panggung sandiwara ini? Tidakkah nantinya aku malah jadi arwah gentayangan belaka? Apa harus aku ucapkan selamat tinggal pada cita-cita dan mimpiku ini?

Namun demikian, aku sanksi dengan "tidak bisa menyelesaikan apa-apa" ini, tak hanya dari sebatas menulis. Pasalnya, dulu aku sempat--pada akhirnya--membuat rak buku sendiri selama hampir dua minggu di tahun 2011. Aku pun bisa menyelesaikan novel yang kuberi judul "Upacara Usia", yang kutulis selama hampir 16 bulan setebal 500 halaman lebih menggunakan kertas A4, diketik rapi dengan huruf Times New Roman 12, Margin 4-3-4-3 cm dan spasi satu. Ya, spasi satu! Kukerjakan naskah novel itu mulai dari Maret 2016 sampai Juli 2017, dengan tambahan waktu revisi selama 3 bulan. Novel ini sempat aku kirimkan ke penerbit Gramedia namun ditolaknya. Bahkan sebelumnya, aku sempat juga menulis novel nyeleneh berjudul "Si Kancil Yang (Kepengennya Sih) Cerdik dan Dongeng Absurd Lainnya" di tahun 2013. Novel setebal 150 halaman spasi 1.5 yang tak jelas rimbanya di Penerbit Gagas Media itu sekarang sedang berada di tangan nasib Penerbit Mizan. Tapi, entalah. Sikap implusif yang tampak dari novel dan sikapku sendiri ini, seakan tak cukup bisa diterima oleh orang normal pada umumnya. Namanya juga orang sakit mental, siapa juga yang berteman dan benar-benar membuka tangan jika bukan karena kasihan? Dan aku pikir, masih banyak lagi hal yang ternyata bisa aku selesaikan selain dari apa yang aku sebutkan tadi itu.

Perihal penyakit ADD atau GPPH itu sendiri, aku tahu jika penyakit ini tidak muncul di tujuh terakhir itu. Semenjak kecil, aku memang pernah merasakan gejalanya. Ketika kecil aku memang tak pernah bisa diam, selalu saja mencari perhatian di saat aku memang membutuhkannya. Sayangnya, aku tak pernah mendapatkannya. Orangtuaku terlalu sibuk dengan pekerjaannya, kakak-kakakku sibuk masing-masing dengan dunia remajanya, dan masyarakat terlalu cepat menjustifikasiku. Berkata bahwa anak guru itu sombong yang pada akhirnya aku jadi korbannya. Tak ada anak-anak yang mau bermain denganku kecuali satu saja di setiap tingkatan sekolah, yang entah kebetulan atau apa, tapi semuanya bernama DENI! Alih-alih mau bermain denganku, mereka malah memusuhiku, padahal aku tidak punya salah apa-apa. Memangnya aku yang minta dilahirkan sebagai anak guru? Satu-satunya teman--selain DENI yang memang tak pernah cukup lama bersahabat denganku, karena secepat mereka datang secepat itu pula mereka pergi--adalah tabloid Fantasi dan koran Bandung Pos Rubrik "Aneh Tapi Nyata" yang dibawa bapak dari kantor. Hanya itu teman-teman setiaku, dan sampai sekarang pun masih. Tentu ditambah dengan buku-buku di rak yang cukup banyak jumlahnya.

Selain hiperaktif dan suka mencari perhatian, gejala lain seperti agresif, gelisah, iritabilitas, impulsif, terlalu bersemangat, kehilangan pengendalian diri, dan mengulang kata-kata secara terus menerus pun masih ada sampai sekarang. Tak kurang ditambah gejala kognitif yang mencakup sulit fokus, pikiran kadang kosong, rentang perhatian yang pendek dan sering lupa pun aku rasakan cukup signifikan dalam tujuh tahun terakhir ini. Hasilnya, cukup bikin stress dan depresi. Tak heran jika aku ada kalanya berpikir untuk mati saja. Buat apa hidup? Aku pikir ini jalan terbaik untuk menyelesaikan semuanya meski tak bisa dibilang selesai dan tak cukup pula untuk bisa dibanggakan. 

Pada saat catatan ingatan ini aku tulis, aku hanya berpikir, aku bertanya-tanya: Apakah ada orang yang merasakan hal yang sama denganku? Apakah ada solusi untuk mengatasi penyakitku ini sekalipun literatur menyebutkan jika ADHD tidak bisa disembuhkan? Apakah ada forum atau grup tempat berbagi yang terdiri dari orang-orang semacamku? Sungguh aku ingin tahu, jika memang istilah "You're Not Alone" itu masih ada. Jika tidak, berarti, aku memang hidup sendiri di muka bumi ini, sebagaimana dulu aku lahir, sebagaimana nanti aku akan mati. [FA]


No comments:

Post a Comment