Wednesday, January 16, 2013

Penyakit Bahasa (1)

Agrafia atau disgrafia adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan keadaan dimana seseorang tidak kuasa atau tidak punya kemampuan untuk menulis. Ketidakmampuan menulis ini bukan berarti bahwa orang tersebut tidak tahu cara menulis dikarenakan hal-hal teknis seperti: tidak bisa menyusun kata-kata menjadi kalimat, atau tidak bisa membuat paragraf. Akan tetapi, ketidakmampuan di sini lebih kepada kondisi atau keadaan dimana seseorang tidak bisa menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan. 

Penyakit ini dapat diakibatkan karena proses kognitif, linguistik, atau sensimotorik yang terganggu. Dengan kata lain, keadaan psikologi yang tidak mendukung. Sebabnya tentu saja banyak, mula dari segi individu maupun dari segi lingkungan yang memengaruhi individu tersebut. Sehingga, muncullah hambatan dalam proses kebahasaan yang tampak dari tidak kuasanya seseorang untuk "menerjemahkan" bahasa itu.

Dari kenyataan ini, setidaknya ada dua aspek yang menghambat proses menulis seseorang, yakni komponen sentral dan periferal (Ellis, 1988; Shallice, 1988; Rapesak dan Beeson, 200). Komponen sentral mengacu pada hakikat ketatabahasaan yang bertanggungjawab untuk memperoleh kata-kata yang tepat dan ketentuan informasi untuk pengejaan tepatnya. Sedang komponen periferal atau lingkungan menulis merupakan prosedur yang menjadi jalan tentang bagaimana menerjemahkan pengetahuan ke dalam tulisan, dan bagaimana membimbing motorik untuk menggerakan tangan atas tulisan.
   
Sejauh ini penelitian menyebutkan jika agrafia terjadi lebih pada akibat psikologi ketimbang teknis. Contohnya, seseorang yang tidak biasa berbicara di depan publik, memiliki tingkat agrafia yang lebih tinggi ketimbang orang yang biasa berbicara/berkomunikasi. Tetapi hal  ini tidak mutlak adanya; dengan kata lain, hal ini bisa diperdebatan. Atau, seseorang yang memang sengaja memiliki niatan untuk tidak berkomunkasi dengan orang lain, bahkan teman sekalipun, dikarenakan kekhawatiran yang berlebih atas alasan yang belum jelas. Orang seperti ini juga bisa mengalami penyakit agrafia, termasuk juga orang yang lebih suka diam di kamarnya ketimbang bersosialisasi dengan orang-orang sekitarnya.

Satu yang pasti, setiap orang bisa mendapatkan penyakit ini, tidak terkecuali seorang penulis hebat sekalipun. Maka dari itu beberapa solusi agar kita tidak sampai mendapatkan penyakit ini adalah dengan cara jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat berbeda dan tetap berkomunikasi dengan orang-orang tanpa harus merasa takut apakah kita diterima oleh mereka atau tidak. Jauhkan segala bentuk prasangka yang berkata jika kita adalah orang yang tidak cukup penting dan berarti di lingkungan sekitar kita karena, bisa jadi orang-orang pun berpikir demikian terhadap kita. Satu lagi, untuk penulis khususnya, jangan merasa malu untuk terus menulis sekalipun hanya menulis kata-kata tertentu yang tidak berupa kalimat atau paragraf. Tulislah kata-kata yang disukai atau yang menarik yang baru ditemui dalam bentuk daftar seperti daftar belanjaan. Minimal dengan cara seperti ini gejala penyakit agrafia bisa dihindari. Demikian. [FA]  

No comments:

Post a Comment