Urusan tempat sampah
bisa jadi urusan yang tidak pernah selesai. Mulai dari TPA (Tempat Pembuangan Akhir),
tempat-tempat sampah yang mestinya tersedia di setiap sudut ruang publik, perilaku
orang yang membuang sampah, dan manajemen pengelolaan sampah; kesemuanya itu
masih menjadi PR bagi kita Si Pembuang/Pembersih Sampah.
Tapi biarlah, hal-hal
besar dan masiv itu kita ke sampingkan lebih dulu. Pada kesempatan ini saya
justu ingin berbicara tentang tempat sampah. Yang kenyataannya, masih dianggap
sepele oleh kebanyakan kita.
Berkaca pada orang-orang
kreatif di luar negeri sana, urusan membuang sampah seakan telah menjadi sebuah
fokus—bahkan bukan tidak mungkin menjadi bidang studi tersendiri. Maksud saya,
tempat sampah tidak hanya sebatas tempat untuk membuang sampah. Lebih dari itu,
tempat sampah didesain oleh mereka dengan mempertimbangkan fungsi dan perannya
sebagai tempat sampah.
Tidak seperti di kita
dimana tempat sampah hanya sebatas tong kosong atau drum plastik yang disimpan
begitu rupa. Meski cukup bisa dihargai dimana setiap tong diberi label
tersendiri, seperti organik atau non-organik. Sayangnya, hal itu menurut saya belum
bisa dibilang cukup.
Desain tempat sampah
mestinya menjadi hal yang harus dipikirkan juga. Jika Anda datang ke mini
market atau bank atau instansi-instansi yang bonafide, barangkali Anda pernah
melihat tempat sampah yang didesain sedemikian rupa. Sebuah kaleng—baik berbentuk
tabung atau persegi--besar yang terdiri dari dua fungsi yang berbeda. Pertama,
lubang besar, biasanya di tengah-tengah, untuk membuang sampah, dimana di atasnya
terdapat semacam asbak untuk mematikan puntung rokok.
Saya pikir bukan
tanpa alasan mengapa mereka membuat desain tempat sampah semacam demikian itu.
Pasalnya—setidaknya berdasarkan pengalaman yang saya alami, seandainya orang
membuang puntung rokok langsung ke tempat sampah, sedang sampah itu sendiri
adalah sampah yang mudah terbakar, apa yang sekiranya bakal terjadi? Ya, jelas
kebakaran! Dan kebakaran akibat puntung rokok yang dibuang ke tempat sampah dengan
sampah yang mudah terbakar itu, telah membuat sekolah saya hangus terbakar
dilalap api.
Sungguh sangat sentimentil, atau mungkin tragis. Hanya karena puntung rokok, atau tempat sampah yang seadanya itu, satu bangunan sekolah bisa ludes, hingga akhirnya siswa-siswa dan guru-guru pun hanya bisa gigit jari. Mereka kehilangan berkas-berkas, buku-buku, perpustakaan, uang tabungan, dan yang lebih penting, hak mereka untuk belajar dan mengajar, untuk menuntut ilmu. Hanya gara-gara tempat sampah!
Saya pikir kejadian
semacam ini tidak hanya dialami oleh saya saja, orang lain di manapun bisa juga
mengalami dan merasakannya. Seandainya kita bisa belajar dari pengalaman ini,
barangkali orang bisa lebih waspada sekaligus mengantisipasi peristiwa serupa.
Dengan kata lain, kita mestinya juga memikirkan dan harusnya membuat tempat
sampah yang didesain sesuai fungsi. Jika perlu, fungsinya itu desesuaikan dengan
kebutuhan penggunanya. Hanya sebagai antisipasi, karena bagaimana pun, bukankah
menjaga itu lebih baik dari pada mengobati?
Ajaib juga, mereka,
orang-orang di luar negeri sana yang justru mengetatkan peraturan soal rokok
merkok ini, justru menjadi orang yang sangat menghargai perokok dengan
menyediakan tempat sampah yang sangat eksklusif itu. Tapi kita…?
Walau demikian, tetap
saja, manusia itu sendirilah yang sebenarnya menjadi titik utama perihal sampah
menyampah ini. Perilaku disiplin, taat aturan, dan gaya hidup bersih mestinya
menjadi sebuah keniscayaan bagi setiap orang. Tidak perlulah kita bergantung
pada pemerintah untuk masalah ini. Tahu sendiri, pemerintah kita lebih sibuk
mengurus negara, politik, ekonomi, subdisi BBM dan lainnya. Justu dari kita
sendirilah mestinya hal ini dimulai. Karena kalau bukan kita, siapa lagi? [FA/“Saswaloka”]
No comments:
Post a Comment