Tuesday, January 30, 2018

Lagu Melayu Tak Selalu Mendayu

Tidak bisa tidak jika media massa punya pengaruh yang kuat perihal pencitraan di negeri ini. Produk apa pun itu, ketika ia mulai dipublikasikan dan hal yang sama diulang di kemudian hari bahkan berulang-ulang, maka akan muncul citra tersendiri. Citra ini lantas melekat pada produk yang menjadi mainstream di kalangan masyarakat. Lagu Malaysia adalah salah satu dari "korban" citra itu. 

Lagu-lagu dari negeri Jiran yang oleh masyarakt kita disebut lagu Melayu ini, menjadi identik dengan lagu yang mendayu-dayu. Lagu cengeng berbicara cinta: jatuh cinta, putus cinta dan hal-hal yang berhubungan dengan cinta. Mungkin publikasi gencar di media massa seperti televisi yang dominan menyuguhkan lagu-lagu mendayu musisi Malaysia menjadikan lagu Melayu tak lepas dari citra cengeng ini. Benarkah demikian?

Sunday, January 28, 2018

Karakter Orang Kota (Yang Katanya) Istimewa

Akhir-akhir ini aku sering memikirkan tentang karakter orang kota ini. Kota yang katanya istimewa ini. Hal itu sering aku lakukan khususnya ketika aku berada di mesjid dekat rumah setiap kali aku melaksanakan solat Magrib. Sehabis solat, sering aku bertanya, apakah karakter orang kotaku ini pada hakikatnya memang tak punya bakat untuk memiliki rasa kepedulian dan solidaritas yang erat, punya bakat untuk bekerja sama alih-alih berkata “masing-masing” saja?  
Tak hanya pengalaman hidup memperlihatkan bukti-buktinya, akan tetapi justru orang kotaku ini sendiri, tetanggaku sendiri yang berkata demikian. Dengan lantang dia berkata demikian ketika aku tengah memarahi anak-anak yang ributnya minta ampun ketika aku dan jamaah yang lain sedang melaksanakan solat Magrib. Aku marah bukan hanya anak-anak itu sudah menjadi sangat keterlaluan dengan tingkahnya dan seperti tak lagi menganggap saranku agar mereka segera masuk mesjid ketika iqomat sudah diserukan. Berulang-ulang kali sampai aku sendiri bosan jadinya. Aku marah karena tak ada jamaah lain yang “mengurus” dan mewanti-wanti anak-anak itu, tak terkecuali Ustaz bahkan RT sekalipun. Mereka punya mata dan telinga tapi seolah tak dipergunakannya, dan mengetahui kelakuan anak-anak itu mereka pun tak memedulikannya. Dengan entengnya mereka berkata jika “anak-anak memang seperti itu. Nakal, susah dikasih tahu.” Hanya itu yang mereka ucapkan, tak lebih.


Tuesday, January 23, 2018

My Clear Concise Illness (ADHD)

Sekarang semuanya telah menjadi jelas, mengapa aku tak pernah bisa menyelesaikan apa yang aku mulai. Apa pun itu, tak terkecuali dengan blog yang aku punya ini. Tak hanya kesulitan untuk bisa fokus, aku pun memang punya masalah dengan perilaku yang hiperaktif dan impulsif. Selain itu aku juga punya masalah dengan hubungan sosial walau tidak dengan pekerjaan yang kulakukan di tempat kerja. Hubungan sosial ini lebih kepada ketidakpercayaanku kepada orang-orang. Maksudku, memang ada manusia yang bisa dipercaya di muka bumi ini? Oleh sebab itu pula aku lebih suka menyendiri dan mengisolasi diri ketimbang berada di tempat-tempat yang ramai atau media apa pun yang memang hibuk dengan banyak orang. (Untuk itu, aku cukup bersyukur tak banyak orang berkomentar di blog-ku ini selain hanya sebatas mampir saja--satu alasan yang cukup melegakan pada akhirnya).

Benar jika aku ini orangnya energik, terlalu bersemangat, tak bisa diam, atau tepatnya, tak bisa membiarkan sesuatu yang memang dirasa salah dan buruk, spontan dan solutif terhadap sesuatu, bahkan kreatif dan seringkali kontemplatif. Akan tetapi, aku juga agresif, mudah gelisah, lose control, acapkali mengulang-ulang kata atau tindakan secara terus menerus, mudah bersemangat dan mudah bosan, mudah marah dan mudah senang (moody), gampang sekali berpindah-pindah kesukaan  atau ketertarikan, bahkan akhir-akhir ini seringkali lupa. Untuk yang terakhir ini, aku pikir aku ini demensia karena cirinya yang memang sama seperti bingung, hilang ingatan, dan disorentasi. Sayangnya dan tampaknya, aku mengidapnya juga. Jika benar, lengkap sudah penyakitku ini.


Wednesday, January 10, 2018

Indonesia Expectation of 2018 and I

The past is past. Time is new as the year 2018 gives everything new in my life: the way of thinking and see the future, the spirit within of hope and dreams. Except, of course, daily routines that has reinforced along the age. Not forget to mention the language. I mean language that I use to write this blog. Indonesian is at crisis stage in its usage. 

There's too much bad and negative language used by the people especially in the media social. Just check the comments. Most of them show hatred, justification and cynicism. Everyone turns to be a judge by him/herself together with his/her comments. However, the rest, the good ones, acts as the angel. The wise man and women. They keep remind the bad one to think positive with his/her attitude along their statements and comments. To me, "the artist" is not the artist him/herself or the information but people or netizens with their words.