Bagi
generasi 90-an, kehadiran Padhyangan Project (P-Project) yang mengisi program di
salah satu televisi swasta barangkali menjadi semacam pengobat rindu. Dengan
vitalitas yang prima, personel yang digawangi oleh Denny Chandra, Daan Aria,
Joe (Juhana Sutisna), Iszur Muchtar, Iang Darmawan, Wawan Hanura dan Deden Herman
ini ternyata masih saja produktif.
Bukan
isapan jempol bagi sebuah “boyband” yang dibentuk sejak 4 Desember 1982 ini bisa
eksis sampai sekarang. Tentunya, tetap dengan tidak menghilangkan ciri khas mereka
sebagai seniman drama komedi berformat kabaret yang menjadi wahana penyalur
bakat serta ide-ide gilanya. Dan hebatnya, tidak ada satu pun yang bisa
menyamainya.
Mungkin
masih terngiang di ingatan bagaimana mereka menyedot perhatian kita dengan
debut pertamanya berjudul Nasib Anak Kost (Oo… Lea… Leo, 1993) di televisi. Lagu
yang diadaptasi dan yang judulnya dipelesetkan dari lagu That’s The Way Love
Goes-nya Janet Jackson ini telah berhasil menempatkan kelompok seniman ini
di panggung hiburan. Walau kenyataanya, mereka telah lebih dulu berkutat di
dunia ini ketika masih menjadi penyiar Radio Oz di Bandung dalam acara Gelak
Gelitik OzG.
Setelah
itu eksistensi mereka pun bertambah seiring kesuksesannya. Lagu-lagu seperti
Kop & Heden (Jilid 2, 1994)—diadaptasi dari lagu Close to Heaven-nya
Color Me Bad, Antrilah di Loket (Jilid 3, 1996)—diadaptasi dari lagu I Can
Love You Like That-nya Color Me Bad, Mudik (Jilid Lebaran, 1997), dan Lagunya
Lagu Bola (Jilid 4, 1998)—diadaptasi dari lagu La Copa De La Vida-nya Ricky
Martin, pun mengisi khazanah dunia musik Indonesia. Mungkin tidak pernah kita mendapatkan
sebuah kelompok yang tidak hanya membuat kita tertawa, tapi juga membuat kita
bernyanyi dengan lantunan-lantunan lagunya. Sungguh komplit bak 4 sehat 5
sempurna: ada karbohidrat (musik), protein
(lirik), dan yang pasti vitaminnya (parodi).
Kemunculan
P-Project di stasiun televisi sendiri bukan tanpa alasan. (Walau secara
progresif, masing-masing personel P Project mengembangkan sayapnya di dunia hiburan
yang lain, seperti halnya Iang Darmawan yang acapkali terlihat berperan akting di
sinetron televisi, juga Joe P Project yang bahkan sering terlihat di film layar
lebar, dan Denny Chandra yang sekarang-sekarang ini tengah anteng-antengnya
menjadi host di program Indonesia Lawak Club di Trans7.) Setelah banyak
disinyalir dari para senior komedian, dunia komedi di panggung hiburan justru
seperti arah jarum jam yang berputar ke belakang.
Para,
yang katanya, komedian dalam setiap acaranya malah saling mengejek bahkan
menghina. Belum lagi teknik lawak seperti menggunakan tepung yang sengaja ditumpahkan
atau dipupurkan ke wajah lawan mainnya pun
semakin memperlihatkan tidak kreativnya komedian generasi sekarang. Akal mereka
seperti tumpul untuk mencari inovasi cara dan teknik melawak yang berbobot dan
berkualitas. Pada akhirnya, yang ada hanyalah sebatas lawakan-lawakan garing,
yang ujung-ujungnya sudah ketahuan oleh para penontonnya. Padahal, P Project
sendiri tidak pernah memperlihatkan hal (parodi) yang sama di setiap penampilannya.
Lihat saja perkembangan lagu-lagu di setiap albumnya, juga penampilannya di panggung
ketika mereka punya program sendiri di stasiun SCTV.
Barangkali
seperti DKI (Dono, Kasino, Indro), Bagito (Didin, Miing, Unang) dan Patrio (Parto,
Akri, Eko)—untuk menyebut beberapa saja grup lawak besar, P Project adalah salah
satu grup lawak yang juga paling ditunggu-tunggu penampilannya di televisi. Semoga
kemunculannya kali ini, selain bisa mengobati kerinduan para fans juga bisa menyembuhkan
“kemandulan” dunia lawak negeri ini, tentunya dengan napas dan nuansanya yang baru.
Dan semoga "Si Anak-Anak Kost" ini masih tetap “gila” seperti sedia
kala. [FA/“Saswaloka”]
Pic: id.wikipedia/wiki/Padhyangan