BEBERAPA TAHUN YANG LALU, DI RUBRIK KHAZANAH (PUISI) KORAN PIKIRAN RAKYAT, ANDA AKAN MENDAPATI BIOGRAFI SINGKAT DARI SETIAP PENYAIR BERSAMA PUISI YANG DITERBITKANNYA. SAYANG, HAL ITU TIDAK ADA LAGI SEKARANG. ENTAH APA ALASAN REDAKTUR MENGHILANGKAN KREDIT ITU. TIDAK ADA YANG TAHU. TAPI SETIDAKNYA TULISAN INI BERUSAHA MENCOBA UNTUK MENJAWABNYA.
Di dalam penciptaan sebuah karya, proses merupakan sebuah keniscayaan.
Kita lambat laun belajar bahwa bakat itu nonsense. Yang ada selebihya,
justru kedisiplinan, kerja keras dan kesabaran. Dengan kata lain, tidak ada karya
mana pun yang dihasilkan dengan cara instan.
Di dunia populer, pengenalan akan
proses sebuah penciptaan sebenarnya sudah berlangsung lama. Ia terpampang di halaman
produksi sebuah buku, di credit title sebuah film, atau bahkan di belakang
jilid sebuah album musik sekalipun.
Tapi, apakah ada yang mau
memperhatikannya (membacanya)? Alih-alih mengetahui bagaimana proses itu
diciptakan lewat tangan-tangan penciptanya, kita justru lebih terlena dengan
karyanya, setidaknya judul buku dan penulisnya, judul film dan aktor utamanya,
atau judul lagu dan penyanyinya. Kita luput—untuk tidak menyebutnya tidak
peduli—memerhatikan bagaimana karya itu dikerjakan lewat sebuah proses yang
panjang, yang melibatkan banyak orang dengan banyak profesi di dalamnya.
Tulisan ini tidaklah bermaksud untuk memutar arah jarum jam pengetahuan. Bagaimanapun, dunia terus bergulir dan karya demi karya terus bermunculan seiring waktu tanpa bisa kita menghambatnya. Sebaliknya, tulisan ini justru ingin mewacanakan—jika mungkin memprogpagandakan—bagaimana kredit yang menjadi bagian dari proses penciptaan sebuah karya manusia, menjadi substansi yang esensial untuk diperhatikan oleh setiap elemen yang berhubungan dengannya.
Tulisan ini tidaklah bermaksud untuk memutar arah jarum jam pengetahuan. Bagaimanapun, dunia terus bergulir dan karya demi karya terus bermunculan seiring waktu tanpa bisa kita menghambatnya. Sebaliknya, tulisan ini justru ingin mewacanakan—jika mungkin memprogpagandakan—bagaimana kredit yang menjadi bagian dari proses penciptaan sebuah karya manusia, menjadi substansi yang esensial untuk diperhatikan oleh setiap elemen yang berhubungan dengannya.
Credit atau kredit di dalam dunia seni kreatif bisa diartikan
sebagai pengakuan atau penghargaan terhadap seseorang atau kelompok orang yang berperan
dan berkontribusi atas sebuah karya. Istilah ini sendiri sebenarnya digunakan di
dunia perfilman di Amerika, dan baru benar-benar menjadi isu utama di tahun
1970-an. Credit, baik itu di awal (opening credits) atau pun di
akhir (end credits/closing credits) sebuah film, secara harfiah
diartikan sebagai daftar aktor dan orang-orang belakang layar yang
berkontribusi atas produksi karya.
Meski demikian, kredit juga dikenal di
dunia penulisan baik fiksi maupun nonfiksi. Di bidang tulisan nonfiksi,
contohnya, khususnya karya ilmiah, kredit diganjar sebagai sumber informasi
yang wajib hadir di dalam daftar rujukan (references). Tidak adanya
kredit—sebut saja penulis dan karya(buku)nya yang dijadikan acuan—bukan tidak
mungkin membuka celah terjadinya plagiasi dan “pembajakan” hak intelektual.
Sedang kita tahu, pendidikan mestinya melahirkan orang-orang yang mampu
berpikir dan menciptakan gagasannya sendiri. Bukan justru mengambil dan
mengaku-aku gagasan orang lain sebagai milik sendiri.
Kita semua tahu betapa banyak informasi
yang kita dapat perihal kasus plagiat ini. Dan kita semua pun memiliki
penilaian sendiri untuk kasus-kasus semacam ini. Tentunya sebuah penilaian yang
cenderung negatif ketimbang positif. Tidak hanya di ranah atau dunia tulis
menulis saja, tapi juga di ranah yang lainnya seperti musik, fashion, arsitektur
dan lain sebagainya.
Sementara di ranah fiksi, kredit
merupakan sebuah penghargaan atau pengakuan bagi seorang penulis. Tidak seperti
halnya para penulis sastra dari mulai angkatan Pujangga Lama, Balai Pustaka
sampai setidaknya Angkatan ’66 yang harus berpeluh-peluh dengan karyanya
masing-masing hingga mendapatkan eksistensinya, angkatan 2000-an—termasuk salah satunya angkatan
Cyber—justru menjadikan kredit itu sebagai “pembaptisan” dirinya sebagai
seorang penulis. Ada rasa bangga yang muncul dari sebentuk apresiasi di sana:
terbitanya karya, tampaknya nama dan biografi—walau singkat. Inilah kredit yang
dimaksud tulisan ini.
Kredit yang tercantum baik itu untuk karya
sastra puisi, prosa, maupun esei di sebuah terbitan berkala tak ubahnya seperti
sebuah tanda tangan di atas lukisan. Para penikmati keindahan lukisan tentu tidak
hanya sebatas memandangnya saja, tapi ingin juga mengetahui siapa pelukisnya. Bahkan
bisa lebih jauh dari itu. Dalam hal terbitanya sebuah karya, tercantumnya nama dan
latar belakang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kredit ini mempresentasikan
bagaimana proses penciptaan sebuah karya. Lebih dari itu, dia pun menjadi titik
tolak untuk menciptakan dan mengembangkan proses kreatif lainnya.
Sebuah karya, bagaiamanapun, tidak tiba-tiba datang dari udara kosong. Oleh
karena itu, kredit sebagai sebuah penghargaan atas karya seseorang mestinya
dipahami sebagai sesuatu yang vital dan signifikan oleh para redaktur, atau
orang-orang belakang layar yang bekerja di dunia penerbitan ini. Dan kredit
sebagai bagian dari proses penciptaan karya itu, turut pula membangun
eksistensi seorang penulis. Baginya, inilah tiket masuk dunia literasi yang sebenarnya.
Kiranya ini bukanlah sebuah dosa,
terlepas dari kepentingan yang mendasari dihapuskanya kredit itu. Filosofinya
adalah, beribu kepada waktu dan berbapak kepada zaman. Zaman sekarang tentu
berbeda dengan zaman dulu dan tidak pula bisa disamakan. Inilah maksud dari
mengapa gagasan perihal kredit ini pun tidak bermaksud untuk memutar arah jarum
jam.
Seyogianya sesuatu yang sudah baik
mestinya dipelihara dan bukannya dihilangkan. Pencantuman kredit, bagaimanapun,
sangat besar pengaruhnya untuk para penulis, terlebih jika dia adalah seorang penulis
pemula. Dan terlebih lagi, ketika dia memang punya kompetensi dan karya-karya
yang berkualitas.
Penghargaan akan intelektual tentunya
harus berawal dari sesuatu yang bersifat moral dan sosial barulah material. Munculnya
sebuah karya baru dengan penulis baru bukan tidak mungkin memiliki kepentingan
baru juga, yang di sisi lain turut pula mengembangkan lahirnya karya-karya baru
setelahnya. Orang-orang (pembaca) akan tahu siapa, bergiat di komunitas mana,
tinggal di mana, dan apa kegiatannya. Dan kemunculan kredit untuk sebuah karya
di terbitan berkala, punya peran penting untuk solidaritas, apresiasi, dan
perkembangan karya di negeri ini.
Oleh karena itu, sebuah kredit adalah suatu
keniscayaan yang mestinya ada dan yang diharapkan bisa menguntungkan tidak
hanya orang-orang yang berkepentingan, tetapi juga perkembangan karya itu pada
akhirnya. Keculi jika kita ingin mendapati betapa setiap karya beserta
penulisnya tak lagi memiliki jejak di perkembangan dunia (sastra) ke depannya.
Karena jika begitu adanya, artinya kematian untuk sastra kita. (Fim Anugrah/"Saswaloka")
No comments:
Post a Comment