Sunday, November 25, 2012

Lagu dan Kepribadian

Sesungguhnya, lagu memiliki pengaruh yang besar terhadap kepribadian seseorang. Lagu tidak hanya sebatas alunan nada-nada yang dihasilkan instrumen musik berlirikkan syair yang dilantukan oleh penyanyinya. Lebih dari itu, lagu adalah cerminan yang merepresentasikan keadaan atau lingkungan bahkan zaman melalui tangan penciptanya.

Karya seni yang seringkali dianggap sebagai salah satu bentuk hiburan ini nyatanya bisa mempengaruhi pendengarnya lewat musik dan liriknya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari bagaimana seseorang itu untuk pertama kali bertemu dengan lagu yang didengarnya. Bilanglah seseorang mendengarkan lagu-lagu pop untuk pertama kali, maka dia pun akan memilih lagu-lagu pop sebagai sesuatu yang disukai dan diminatinya, sebagaimana lagu tersebut memang diniatkan sebagai lagu pop yang ngetren di kalangan banyak orang.

Dia akan cenderung suka dan memilih lagu-lagu pop yang umum, tidak njelimet, dan mudah dicerna (baca: dinikmati). Dan hal ini berpengaruh juga terhadap kesukaan dia dalam memilah dan memilih sesuatu yang pop selain lagu. Mungkin masalah fashion dan style, informasi dan teknologi, program-program televisi dan lain sebagainya.

Lain halnya dengan mereka yang lebih suka mendengar lagu-lagu lokal atau kedaerahan. Seseorang yang terbiasa mendengar gamelan Sunda dengan sinden sebagai penyanyinya, misalnya, mungkin akan merasa keberatan jika telinganya harus mendengar lagu-lagu metal atau underground. Bukannya menikmati, dia mungkin akan berkata sinis tentang genre lagu tersebut. Disebut lagu urakan-lah, brang-breng-brong-lah, teu pararuguh-lah (tidak jelas) dan perkataan sinis lainnya. Tentu, pengalaman empiris seseorang “berkenalan” dengan lagu juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan dan budayanya. Dan ini akan tampak pula dari sikap orang itu.

Namun demikian, tidak berarti bahwa seseorang akan tetap dengan satu genre lagu saja. Mengingat manusia adalah makhluk yang "penasaran”, suka hal-hal baru, eksploratif dan dinamis, maka bukan tak mungkin dia pun akan menambah referensi genre lagunya. Dia akan memilah-milih lagu dan genre-nya yang menurutnya enak untuk dinikmati. Seseorang yang pada awalnya suka dengan lagu-lagu nasional bisa jadi suka juga dengan lagu-lagu barat ber-genre ska, grunge bahkan punk.

Dengan begitu, kepribadian seseorang pun tidak akan selamanya tetap pada satu sifat. Seseorang yang pada awalnya berkepribadian sanguinis, bisa jadi menjadi sangat koleris bahkan melankolis. Hal ini disebabkan tidak hanya karena musik dari lagunya saja akan tetapi juga dari liriknya. Patut diperhatikan jika musik akan selalu berharmonisasi dengan lirik lagunya. Musik pop yang mellow tentu akan memiliki lirik yang mellow juga, begitu juga musik yang nge-rock. Akan sangat aneh sekiranya musik ber-genre balada memiliki lirik bertemakan politik, walau hal ini bukan tidak mungkin.

Satu yang pasti, lagu, baik itu lewat musik maupun liriknya, bisa menjadikan seseorang berkepribadian sanguinis, koleris, melankolis, atau phelgmatis. Akan tetapi, tidak berarti seseorang hanya memiliki satu kepribadian saja, karena setiap manusia pasti punya keempat kepribadian itu dalam dirinya. Permasalahannya hanya soal dominasi saja, apakah seseorang itu lebih dominan sanguinis, koleris, melankolis atau phlegmatis.

Selain itu, musik juga efektif untuk “memaksa” seseorang suka dengan genre lagu tertentu. Seperti yang kita tahu, kekuatan lagu itu ada pada reffrein-nya, pengulangannya. Seseorang bisa jadi tidak suka sebuah lagu dari satu penyanyi atau band tertentu. Tetapi, seandainya lagu itu diputar dan diputar sehingga alunan musik dan liriknya terngiang di kepalanya, maka hati pun terbuka lantas menerima lagu itu sebagai lagu yang dinikmatinya. Di sinilah bawah sadar bekerja untuk menerima lagu yang pada awalnya tidak disukai itu, meski kenyataanya lagu itu memang tidak disukainya. Seiring itu, kepribadian pun akan berubah dengan sendirinya walau tidak secara signifikan.

Dalam pada itu, prinsip kebalikan pun berlaku di sini. Artinya, kepribadian seseorang juga bisa menentukan pilihannya atas genre suatu lagu. Seorang koleris atau sanguinis akan cenderung memilih lagu-lagu yang riang dan gembira dengan nada-nada nge-beat. Sifat-sifat antusias dan ekspresif; kreatif dan inovatif;  dinamis dan aktif; dengan kata lain optimis, membuat seseorang itu memilih lagu-lagu yang hidup dan membangkitkan semangat serta spirit. Lain halnya dengan mereka yang berkepribadian melankolis dan phlegmatis yang memiliki sifat filosofis dan puitis; tenang dan simpatik; dengan kata lain introvert dan pesimis, pun akan cermat memilih genre lagu yang sesuai dengan kepribadiannya itu.

Pada akhirnya, sejatinya lagu bisa membentuk kepribadian seseorang lewat musik dan liriknya. Pun kepribadian seseorang bisa mengarahkan dirinya memilih genre lagunya sendiri. Lagu bisa mencerminkan sifat dan sikap seseorang yang fungsinya selain sebagai media hiburan, juga sebagai media belajar dengan cara kerja pengendalian akal bawah sadar lewat pengulangannya. Sekiranya kita ingin mengetahui kepribadian seseorang, salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah melihat seperti apa lagu kesukaannya. Karena lagu bisa membentuk seseorang sebagaimana halnya lagu juga bisa membentuk lingkungan bahkan zaman. (Fim Anugrah/"Saswaloka")

No comments:

Post a Comment