Sesungguhnya,
lagu memiliki pengaruh yang besar terhadap kepribadian seseorang. Lagu tidak
hanya sebatas alunan nada-nada yang dihasilkan instrumen musik berlirikkan
syair yang dilantukan oleh penyanyinya. Lebih dari itu, lagu adalah cerminan
yang merepresentasikan keadaan atau lingkungan bahkan zaman melalui tangan
penciptanya.
Karya
seni yang seringkali dianggap sebagai salah satu bentuk hiburan ini nyatanya
bisa mempengaruhi pendengarnya lewat musik dan liriknya. Hal ini tidak bisa
dilepaskan dari bagaimana seseorang itu untuk pertama kali bertemu dengan lagu yang
didengarnya. Bilanglah seseorang mendengarkan lagu-lagu pop untuk pertama kali,
maka dia pun akan memilih lagu-lagu pop sebagai sesuatu yang disukai dan
diminatinya, sebagaimana lagu tersebut memang diniatkan sebagai lagu pop yang ngetren
di kalangan banyak orang.
Dia
akan cenderung suka dan memilih lagu-lagu pop yang umum, tidak njelimet,
dan mudah dicerna (baca: dinikmati). Dan hal ini berpengaruh juga terhadap
kesukaan dia dalam memilah dan memilih sesuatu yang pop selain lagu. Mungkin
masalah fashion dan style, informasi dan teknologi, program-program
televisi dan lain sebagainya.
Lain
halnya dengan mereka yang lebih suka mendengar lagu-lagu lokal atau kedaerahan.
Seseorang yang terbiasa mendengar gamelan Sunda dengan sinden sebagai
penyanyinya, misalnya, mungkin akan merasa keberatan jika telinganya harus
mendengar lagu-lagu metal atau underground. Bukannya menikmati,
dia mungkin akan berkata sinis tentang genre lagu tersebut. Disebut lagu
urakan-lah, brang-breng-brong-lah, teu pararuguh-lah (tidak
jelas) dan perkataan sinis lainnya. Tentu, pengalaman empiris seseorang
“berkenalan” dengan lagu juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan dan
budayanya. Dan ini akan tampak pula dari sikap orang itu.
Namun
demikian, tidak berarti bahwa seseorang akan tetap dengan satu genre
lagu saja. Mengingat manusia adalah makhluk yang "penasaran”, suka hal-hal
baru, eksploratif dan dinamis, maka bukan tak mungkin dia pun akan menambah
referensi genre lagunya. Dia akan memilah-milih lagu dan genre-nya
yang menurutnya enak untuk dinikmati. Seseorang yang pada awalnya suka dengan
lagu-lagu nasional bisa jadi suka juga dengan lagu-lagu barat ber-genre
ska, grunge bahkan punk.
Dengan
begitu, kepribadian seseorang pun tidak akan selamanya tetap pada satu sifat.
Seseorang yang pada awalnya berkepribadian sanguinis, bisa jadi menjadi sangat
koleris bahkan melankolis. Hal ini disebabkan tidak hanya karena musik dari
lagunya saja akan tetapi juga dari liriknya. Patut diperhatikan jika musik akan
selalu berharmonisasi dengan lirik lagunya. Musik pop yang mellow tentu
akan memiliki lirik yang mellow juga, begitu juga musik yang nge-rock.
Akan sangat aneh sekiranya musik ber-genre balada memiliki lirik
bertemakan politik, walau hal ini bukan tidak mungkin.
Satu
yang pasti, lagu, baik itu lewat musik maupun liriknya, bisa menjadikan
seseorang berkepribadian sanguinis, koleris, melankolis, atau phelgmatis. Akan
tetapi, tidak berarti seseorang hanya memiliki satu kepribadian saja, karena
setiap manusia pasti punya keempat kepribadian itu dalam dirinya. Permasalahannya
hanya soal dominasi saja, apakah seseorang itu lebih dominan sanguinis,
koleris, melankolis atau phlegmatis.
Selain
itu, musik juga efektif untuk “memaksa” seseorang suka dengan genre lagu
tertentu. Seperti yang kita tahu, kekuatan lagu itu ada pada reffrein-nya,
pengulangannya. Seseorang bisa jadi tidak suka sebuah lagu dari satu penyanyi
atau band tertentu. Tetapi, seandainya lagu itu diputar dan diputar sehingga
alunan musik dan liriknya terngiang di kepalanya, maka hati pun terbuka lantas
menerima lagu itu sebagai lagu yang dinikmatinya. Di sinilah bawah sadar
bekerja untuk menerima lagu yang pada awalnya tidak disukai itu, meski
kenyataanya lagu itu memang tidak disukainya. Seiring itu, kepribadian pun akan
berubah dengan sendirinya walau tidak secara signifikan.
Dalam
pada itu, prinsip kebalikan pun berlaku di sini. Artinya, kepribadian seseorang
juga bisa menentukan pilihannya atas genre suatu lagu. Seorang koleris atau
sanguinis akan cenderung memilih lagu-lagu yang riang dan gembira dengan
nada-nada nge-beat. Sifat-sifat antusias dan ekspresif; kreatif dan
inovatif; dinamis dan aktif; dengan kata
lain optimis, membuat seseorang itu memilih lagu-lagu yang hidup dan
membangkitkan semangat serta spirit. Lain halnya dengan mereka yang
berkepribadian melankolis dan phlegmatis yang memiliki sifat filosofis dan
puitis; tenang dan simpatik; dengan kata lain introvert dan pesimis, pun akan
cermat memilih genre lagu yang sesuai dengan kepribadiannya itu.
Pada
akhirnya, sejatinya lagu bisa membentuk kepribadian seseorang lewat musik dan
liriknya. Pun kepribadian seseorang bisa mengarahkan dirinya memilih genre
lagunya sendiri. Lagu bisa mencerminkan sifat dan sikap seseorang yang fungsinya
selain sebagai media hiburan, juga sebagai media belajar dengan cara kerja pengendalian
akal bawah sadar lewat pengulangannya. Sekiranya kita ingin mengetahui
kepribadian seseorang, salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah melihat
seperti apa lagu kesukaannya. Karena lagu bisa membentuk seseorang sebagaimana
halnya lagu juga bisa membentuk lingkungan bahkan zaman. (Fim Anugrah/"Saswaloka")
No comments:
Post a Comment